Tulungagung terkenal sebagai salah satu daerah penghasil marmer
terbesar di Indonesia. Terletak 154 Km barat daya Kota Surabaya, ibu
kota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten yang pernah meraih penghargaan
Adipura Kencana ini ternyata sarat akan sejarah seiring usianya yang
terbilang sudah ‘sepuh’.
Wilayah Tulungagung ternyata sudah dihuni sejak zaman prasejarah dulu.
Yang dianggap sebagai penghuni awal adalah Homo Wajakensis, manusia
prasejarah yang fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di daerah
Tulungagung Selatan. Lokasi penemuannya konon terletak di dusun
Nglepung, Desa Wajak Kecamatan Campurdarat.
Nama Tulungagung sebenarnya berasal dari dua kata, toeloeng dan agoeng.
Arti dari dua kata itu adalah toeloeng berarti mata air dan agoeng
berarti besar. Sebelumnya nama kota ini adalah Kabupaten Nggrawa.
Penyebutan kata Nggrawa sendiri konon dari banyaknya daerah berawa yang
ada atau dalam bahasa Jawanya “Ngrowo”. Tulungagung awalnya hanya
merupakan bagian dari distrik dari Kabupaten Nggrawa. Waktu itu ibu
kotanya masih berada di daerah Kalangbret.
Sejak beberapa tahun lalu ada koreksi mengenai penentuan hari
jadi Kabupaten Tulungagung. Merunut dari prasasti yang ditemukan di
daerah Thani Lawadan yang kini diyakini bernama Wates, Campurdarat usia
kota ini sudah termasuk sangat tua. Dari prasasti Lawadan menunjukkan
kota ini berdiri sejak tahun 12 November tahun 1205.
Prasasti yang bertanggal 18 November 1205-hari Jumat Pahing-dikeluarkan
oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja yang terkenal
dengan nama Prabu Dandanggendis. Isinya kurang lebih berisi pemberian
keringanan pajak dan hak istimewa semacam bumi perdikan atau "sima".
Alasannya pemberian ''hadiah'' tersebut adalah karena jasa prajurit
Lawadan atas dedikasi dan bantuan mereka kepada kerajaan dalam mengusir
musuh dari Timur. Berkat bantuan para prajurit Lawadan sang raja yang
tadinya harus meninggalkan keraton dapat kembali berkuasa.
Pada zaman Mataram Islam yaitu zaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun
1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai
ibukota Kabupaten Nggrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755)
nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan
Yogyakarta.
Kalangbret sebagai Kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak
perjanjian Giyanti. Wilayah tersebut selanjutnya dijadikan ibu kota
Kabupaten Ngrawa tahun 1750 sampai 1824 Masehi. Yaitu mulai masa Mataram
Islam hingga zaman kolonial. Bupati pertama Kabupaten Nggrawa adalah
Kyai Ngabehi Mangundirono.
Nama ''Kalang bret '' telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti
Mula-Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kertagama (1635 M) dengan
nama Kalangbret. Atas dasar tersebut legenda yang ada tentang asal
Kalabret dari Adipati Kalang yang tewas dalam kondisi tersembret-sembret
oleh Pangeran Lembu peteng dimentahkan.
Sebelum bernama Kabupaten Ngrawa di wilayah Tulungagung sudah berdiri
Katumenggungan Wajak tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Katumenggungan ini bertahan hingga pembentukan Kadipaten Ngrawa dengan
pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara
tahun 1615 hingga 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa kolonial.
Saat masih berbentuk Katumenggungan yang menjadi tumenggung adalah
Senapati Mataram bernama Surontani. Tokoh yang sangat melegenda tersebut
dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu.
Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu
kota di Kalangbret. Nama "Rawa'' telah dikenal sejak tahun 1194 M
(Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakertagama (1365 M).
Nama ini kemudian berubah menjadi ''Nggrawa''.
Saat tampuk kepemimpinan berada di tangan KRT Pringgodiningrat Bupati
Ngrawa ke IV, yang memerintah tahun 1824 hingga 1930, ibu kota Kabupaten
Nggrawa dipindahkan kesebelah Timur sungai Nggrawa yaitu pada lokasi
sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan
atau ibu kota Kabupaten Ngrgawa.
Terjadi pada masa kolonial sampai sekarang. Pada tahun 1800-an sampai
1901 nama ''Toeloeng Agoeng'' dipakai sebagai nama salah satu distrik
dalam wilayah Kabupaten Nggrawa. Nama Kabupaten Nggrawa berubah menjadi
Kabupaten Tulungagung pada 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan
bupati Nggrawa ke11, RT Partowijoyo.
Hingga saat ini Tulungagung dibawah pimpinan bupati Shahri Mulyo SE,dan Maryoto Birowo MM. Tulungagung merupakan kota kecil yang mempunyai budaya khas salah satunya jaranan,reog tulungagung.untuk makanan khasnya antara lain :Sredek,Rujak cingur.untuk tempat pariwisata yang ada di kabupaten Tulungagung diantaranya pantai indah popoh,pantai sine,bendungan wonorejo,patung arca seribu.untuk arca seribu ini di bangun oleh salah satu perusahaan rokok bekerjasama dengan pemerintah setempat.dan untuk bendungan wonorejo digunakan sebagai salah satu PLTA dan . untuk usaha rumahan masyarakat tulungagung banyak yang mengembangkan usaha batik barong gong&anyaman bambu.disisi lain kabupaten Tulungagung juga mempunyai pegunungan batu Marmer tepatnya di daerah Bandung.inilah yang menjadikan kabupaten Tulungagung dikenal sebagai kota marmer oleh masyarakat luar daerah bahkan mancanegara.